Rabu, 27 Agustus 2014

Dibalik Keindahan Alam Pangalengan




Hamparan hijau menjadi pemandangan setiap hari, dinginnya alam menyelimuti kami setiap hari, kabut di pagi hari mulai mencerahkan penglihatan kami, datangnya mentari menghangatkan tubuh kami. Itulah hamparan alam daerah Pangalengan

Pergi ke kebun dan memerah sapi adalah aktivitas rutin yang biasa mereka lakukan setiap hari. Menjadi buruh tani adalah profesi mayoritas warganya. Kurang lebih Rp 17.000 mereka dapatkan perhari dari buruh tani yang diberikan setiap 10 hari sekali. Tak terkecuali para peternak sapi yang mayoritasnya mereka memiliki sapi perah sendiri. Pergi ke kebun adalah pemandangan yang biasa anak – anak lihat setiap hari dari Aktivitas orang tua mereka dan warga sekitar Desa Warnasari. Perkebunan sayuran dari mulai tomat, sawi, cabai, kentang, bawang daun, kebun teh, dan ternak sapi perah menjadi salah satu aktivitas produktif dari masyarakat pangalengan. Para petani yang setiap hari bekerja keras untuk menanam dan memanen hasil kebunnya kemudian dijual kepada Bandar yang akan mendistribusikannya ke pasar, para petani menjualnya dengan harga yang murah. Aktifitas bertani para warga berlangsung dari pagi sampai dengan Dzuhur. Tidak hanya orang tua tapi anak – anaknya juga diajarkan untuk bertani dan lebih memilih untuk bertani daripada sekolah dengan alasan tidak punya uang.
Dari aktifitas tersebut lah terbangun mindset bahwa sekolah itu tidak penting dan bahkan tidak dijadikannya sebagai prioritas selain karena faktor ekonomi tapi karena dorongan dari orang tua terhadap anak – anaknya yang menyuruh mereka bertani daripada sekolah meskipun tidak semua warganya, tetapi pemikiran tradisional itu setidaknya masih mewarnai warga. Jika tidak bertani selepas bersekolah di tingkat SD ataupun SMP mereka menikah, usia pernikahan dini nya masih terbilang tinggi. Oleh karena itulah sekolah atau pesantren gratis pun masih sepi peserta didik, padahal SDM yang ada itu jika dimanfaatkan dan diarahkan dengan baik maka akan menjadi manusia unggul yang lahir dari keterbatasan.

Alhamdulillah sekarang di kampung tersebut telah berdiri sebuah pesantren dari mulai PAUD, RA, MI, MD, dan Mts, bahkan sudah ada rencana untuk membangun SMA. Keterbatasan fasilitas, guru, dan bahan ajar tidak menyurutkan semangat mereka bagi yang memilih mencari ilmu daripada bekerja & menikah sebelum waktunya. Jarak yang jauh pun menjadi salah satu alasan gurunya jarang hadir untuk mengajar selain mungkin ada alasan lain seperti gaji yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka, jadi salah satu guru disana memilih untuk mencari tambahan jam mengajar di sekolah atau pesantren lain untuk mencukupi kebutuhan ekonomi tersebut. Itulah sedikit gambaran corak profesi dan aktivitas warga di Desa Warnasari, Kecamatan Pangalengan, sependek pengetahuan saya setelah berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat setempat.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;