Jumat, 06 Juni 2014

Indonesia Mengajar



Siang hari di perpustakaan. Hari itu ada jadwal uas lisan mata kuliah kode etik dan juga ada jadwal feedback dengan pembimbing. Karena satu dan lain hal feedback itu ga jadi, akhirnya saya pergi ke perpustakaan. Setelah membaca beberapa buku secara sekilas akhirnya saya tertarik dengan buku yang berjudul “Indonesia Mengajar” dan di cover bukunya tertulis “Prolog: Anies Baswedan (Ketua Indonesia Mengajar)”. Semakin tertarik saja dengan buku itu setelah melihat nama “Anies Baswedan”.
Saya pun membaca satu persatu lembaran dari buku itu dimulai dari pengantar oleh Anies Baswedan yang cukup membuat saya semakin kagum tentang Indonesia Mengajar.
Membaca buku ini membuat saya bersyukur “maka nikmat tuhanmu yang mana lagikah yang kamu dustakan”. Membaca rangkaian cerita dari beberapa pengajar muda yang dikirim ke pelosok negeri ini membuat saya tertegun. Di Indonesia ini masih memiliki para generasi – generasi muda yang masih peduli dengan negaranya sendiri. Mereka berani meninggalkan karir dan kemewahan kota untuk menepati janji yang tertera dalam UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Baru membaca beberapa judul saja tentang pengalaman para pengajar muda yang ditulis sudah membuat saya kagum dan “iri” terhadap apa yang mereka lakukan. Perjuangan untuk sampai ke pelosok dan tinggal selama setahun itu pasti bukan hal yang mudah, tapi mereka mampu bertahan dan berjuang untuk mencerdaskan kehidupan anak – anak yang ada di pelosok negeri. Membuat mimpi mereka jadi kenyataan untuk mendapatkan pendidikan yang layak dari guru yang terbaik yang dikirim ke daerah mereka. Beragam cerita dan kisah – kasih mereka disana membuat mereka kaya akan pengalaman dan ketulusan mereka akan membawa keberkahan bagi ilmu yang mereka bagikan.
Sudah sepantasnyalah bersyukur akan keadaan saya sekarang, saya masih bisa jalan ke kampus/ke sekolah tanpa perasaan was – was, tidak seperti yang mereka rasakan karena setiap mereka berangkat ke sekolah mereka sambil membawa bamboo runcing karena di tengah perjalanan mereka menuju sekolah selalu bertemu dengan babi hutan yang siap menyerang. Ketika hujan pun turun maka jalan disana berubah menjadi sungai dan air terjun, dengan otomatis mereka tidak bisa berangkat ke sekolah.
Sudah sepantasnyalah saya bersyukur akan keadaan saya sekarang dengan fasilitas yang serba instan, dengan fasilitas pembelajaran yang dengan mudah saya temui dengan hanya mengetik kata kunci tentang apa – pun yang ingin saya tahu. Dari keterbatasan yang mereka dapatkan maka para pengajar muda yang dimiliki negeri ini setidaknya dapat memperkaya ilmu mereka.
Masih pantaskah mengeluh dengan keadaan yang sekarang ?
Dikala orang lain penuh perjuangan untuk datang ke sekolah dengan perasaan was - was, dikala orang lain masih sangat terbatas dengan fasilitas untuk belajar, dikala orang lain pergi ke sekolah dengan kondisi baju yang compang – camping. Semua itu tidak mematahkan semangat mereka untuk terus belajar dan mencari ilmu. Mereka semua anak negeri yang siap mengubah dunia.
Masihkah pantas untuk mengeluh ? masihkan pantas untuk bermalas – malasan pergi ke sekolah/kampus ? 

Jum'at, 6 Juni 2014
@Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati bandung

2 komentar:

Farichatuljannah mengatakan...

iya yaaa.. kita harus banyak bersyukur karena bisa mengeyam pendidikan yang layak :))

Unknown mengatakan...

Yups , , , keadaan kita jauh lebih baik dibanding mereka . Sudah selayaknyalah kita bersyukur :D

Posting Komentar

 
;